Selasa, 25 April 2017

Herseys

"Sisir rambutmu, jangan pakai jepit itu."

Dan dengan segera kulakukan. Sebenarnya aku tetap ingin rambutku ter-jedai karena aku pasti akan kegerahan karena cuaca dan yah, tentu saja; tak bisa dipungkiri lagi, kepekatan energi drama hidup yang hanya bisa kuhadapi dengan helaan nafas. Pasrah.

Aku menatap bayangan diriku pada cermin yang seukuran tubuhku. Rambut ikalku ini cukup panjang dan sebenarnya agak sulit diatur karena aku tak punya ide dan tak punya keinginan untuk menatanya lebih lanjut. Singkatnya, aku malas dan tak peduli.

"Kayak presiden aja yang datang ya." katamu agak kesal.

Hey, tapi siapa yang sibuk mengecat kukunya tadi malam? Riuh menyuruhku menggosok sisa-sisa seni tak profesional akan cat kuku dan menggangguku untuk menyelamatkan dunia dari Murk bersama Izayoi dkk. Ribut mempermasalahkan rambut keriting yang lama tak dimanjakan, merek lotion paling murah, ah sudahlah. Memang sudah takdir hidupku ini ribet karena hal-hal sepele.

Aku meletakkan sisir di laci dan mulai menggeser-geser layar gawaiku. Bisa dibilang tak bertujuan memang, tapi entahlah aku tiba-tiba jadi gugup membayangkan drama apa yang akan kuperankan beberapa menit lagi. Karena aku hanya mendapat naskah oret-oretan.

Aku berpindah dari gawai dengan kuota kritisku ke buku yang sudah berulang kali kubaca. Hanya sebagai pelarian, tapi aku menikmati ceritanya. Aku selalu menikmati kekuatan bahasa. Kekuatan yang menumbuhkanku, menjadi tujuan hidupku, memberiku pelajaran, dan juga menghancurkan aku. Di buku berjudul Four ini, si Tobias mantan Abnegation lari dari faksinya karena menginginkan kebebasan dari tiran dalam hidupnya; ayahnya. Kalau ia bisa berlari dari Abnegation sebagai Tobias ke Dauntless dan menjadi Four, kemana aku harus berlari dari panggung drama ini sebagai "si lugu dari keluarga hancur"? Kemana dan jadi apakah aku?

Tok tok tok

Suara ketukan terdengar dan aku dengan cepat membatasi halaman terakhir petualangan yang aku baca. Dan aku berdiri, tanpa tahu akan melakukan apa.

"Beri salam." Katamu setengah berbisik.

Yah, baiklah. Sekedar "halo" dan "baik-baik saja" terdengar normal. Dan menjemukan. Serta pasti penuh drama. Mengapa setiap sudut hidupku penuh drama? Padahal aku hanya ingin kebebasan seperti di Dauntless.

Pintu terbuka dan aku bersamamu keluar menyambut tamu-tamu itu. Layaknya raja dan ratu beserta putri-putrinya, walaupun melalui busana terlihat seperti sosialita moderen. Dan mereka datang bersama dia tentunya. Karena itu keluarganya, atau mungkin lebih tepatnya saudara sedarah yang terkadang saling mendukung dan terkadang saling "mendukung". Rombongan kerajaan ini langsung masuk layaknya kotak ini adalah singgasana mereka, sang ratu duduk, para putri mengapit, dan sang raja berdiri memandang sambil memberikan nasihatnya.

Mereka tertawa, kita "tertawa". Obrolan-obrolan ini walaupun bukan khas kerajaan dan lebih ke wayang komedi yang menyambar setiap kata, diselingi bisik-bisik serius antar sang raja dan ratu. Namun itu hanya sekejap saja, seperti rasa takut peserta inisiasi Dauntless saat akan melompat dari kereta yang terus berjalan. Mereka sepertinya mengambil sesuatu dari kantong kerajaan mereka. Dari raut wajah mereka, sepertinya ini cukup serius dan sungkan untuk dibahas secara komedi sambar kata.

Rombongan kerajaan ini mengingatkan tentang kubus hadiah yang mereka berikan dan juga sekarung pakaian yang mereka bawa. Lalu sang raja menyorongkan tangannya yang menggenggam gulungan kertas yang cukup tebal ke arahmu. Dan sang ratu juga melakukannya kepadaku.

"Untuk beli KFC atau apalah."

Lalu kami tertawa bersama. Dan berterimakasih walaupun sebenarnya aku ingin sekali menolak hal itu. Menerima hal itu rasanya seperti perasaan Tobias saat di Abnegation. Penuh dusta. Dan berlari dari hal itu tidak akan menyelesaikannya karena itu adalah hal yang menopangku.

Aku ikut tertawa dan menanggapi walaupun tidak berapi-api.

Dan tak lama mereka memutuskan untuk angkat kaki dan keluar dari kotak ini untuk mencari kotak yang lebih layak, yang mungkin bentuknya bukan kotak 3×3.

"Ganti bajumu." katamu sembari berganti pakaian juga. Kau segera membersihkan kotak ini dari bekas-bekas tapak kaki rombongan kerajaan itu dan aku menjarah pemberian mereka. Sekantong plastik klip coklat, permen Skitties yang asam, dan banyak lagi.

Aku langsung mencoba coklat Herseys, dan itu enak di lidah. Katanya coklat bisa mengurangi stress kan.

Tapi kalau dalam kondisi ini . . .
Sepertinya malah menambah stress dan perang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar